Trisulamaluku.com, Didalam penertiban Pasar Mardika yang memancing berbagai opini publik, Wali Kota Ambon, Bodewin Wattimena, akhirnya buka suara dengan pernyataan yang menohok namun penuh empati. Kamis 19 Juni 2025.
Dalam sambutannya di Pasar Arumbae-Mardika, Wattimena mengajak warga kota untuk tidak melihat penertiban sebagai tindakan kejam, melainkan bagian dari solusi penataan kota yang lebih manusiawi.
”Saya tahu ada yang bertanya, kenapa Pasar Mardika ditertibkan, tapi Pasar Batu Merah belum? Jawaban saya sederhana: kita tidak bisa bongkar sesuatu tanpa tahu akan tempatkan mereka di mana,” ujar Wattimena di hadapan wartawan dan sejumlah tokoh masyarakat.
Bagi Wali Kota, membongkar lapak-lapak pedagang tanpa memberi tempat pengganti bukan hanya tindakan tanpa perencanaan, tapi juga penghianatan terhadap nurani kepemimpinan.
Ia bahkan menyentil logika sebagian pihak yang hanya menuntut kesetaraan dalam bentuk ‘semua dibongkar’ tanpa memikirkan dampaknya pada masyarakat kecil.
”Tidak mungkin saya bikin susah pedagang. Tidak mungkin saya bongkar lalu biarkan mereka cari tempat sendiri. Atau suruh mereka jualan di laut. Tidak bisa seperti itu! Itu bukan cara pemerintah yang punya hati,” tegasnya, dengan nada sedikit emosional namun tegas.
Wattimena kemudian menjelaskan bahwa penertiban Pasar Mardika merupakan bagian dari agenda besar Pemerintah Kota dalam menata kawasan perdagangan secara tertib dan modern. Namun ia menegaskan bahwa langkah ini tak bisa diterapkan di semua tempat secara seragam, karena kondisi tiap pasar berbeda.
”Pasar Batu Merah belum kita bongkar, karena kita sedang menunggu pembangunan pasar baru oleh Pemerintah Negeri. Begitu itu selesai, baru kita alihkan para pedagang ke sana. Ini bukan diskriminasi, ini soal kesiapan dan perencanaan yang matang,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa keadilan dalam tata kelola kota bukan tentang memperlakukan semua lokasi secara identik, melainkan memastikan setiap tindakan memiliki jalan keluar. Dalam pandangannya, keadilan bukan sekadar membongkar, tapi juga memberi solusi layak kepada rakyat kecil.
”Kalau kita bongkar semuanya tanpa solusi, apa bedanya kita dengan penguasa otoriter? Adil itu adalah membongkar dengan tanggung jawab. Menata dengan kasih. Pemerintah hadir bukan untuk menyengsarakan, tapi untuk mengangkat martabat rakyatnya,” ujar Wattimena lantang.
Di sisi lain, Pemerintah Kota Ambon melihat persoalan pedagang kaki lima sebagai bom waktu jika tidak segera ditata. Bahaya lalu lintas, kemacetan, dan sanitasi lingkungan menjadi perhatian utama yang terus dikaji pemerintah.
”Kami tidak ingin pasar-pasar di Ambon jadi sumber konflik sosial dan ketidaknyamanan. Makanya, kita menertibkan yang di Mardika karena sudah sangat padat, dan tidak bisa ditunda lagi. Tapi Batu Merah, kita tunggu sampai tempat barunya siap,” katanya lagi.
Wattimena juga mengimbau masyarakat agar tidak terbawa oleh narasi seolah-olah penertiban adalah bentuk ketidakadilan. Menurutnya, publik harus tahu bahwa proses membangun kota itu kompleks, penuh pertimbangan, dan butuh kerja sama semua pihak.
”Saya tahu banyak yang tidak puas. Tapi tolong bersabar. Ketika pasar baru selesai, semua yang di Batu Merah juga akan kita relokasi. Termasuk yang saat ini masih berjualan di bahu jalan. Semuanya akan kami tata, dengan cara yang manusiawi,” tegasnya.
Wali Kota juga menyinggung peran media dan tokoh masyarakat agar tidak menyebarkan opini sepihak yang dapat memecah belah. Ia mengajak semua pihak untuk menjadi bagian dari solusi, bukan provokator kepentingan.
“Kalau ada kritik, saya terima. Tapi tolong jangan sebarkan informasi setengah-setengah. Kita di Ambon ini hidup seperti keluarga besar. Masalah pasar bukan Cuma soal tenda dan lapak, ini soal ekonomi rakyat, ini soal makan anak-anak mereka. Maka mari kita rawat proses ini bersama-sama,” tutup Wattimena dengan nada penuh harap.
Dengan pernyataan ini, Pemerintah Kota Ambon menegaskan kembali. (*






